Singgah Sejenak di Sirince (#8)

  • Bagikan

Keluar dari kompleks Ephesus, bus bergerak menuju perbukitan. Jalannya meliuk-liuk khas jalan dataran tinggi. Walaupun demikian, tidak ada lobang sekecil apapun yang akan mengganggu perjalanan. Apalagi di sisi kiri dan kanan jalan terdapat hutan homogen dengan jenis Olive tree yang menghijau. Perjalanan ke Sirince dari Ephesus berjarak 12 km dan hanya memakan 30 menit itu seperti tak terasa sangat sebentar.

Saat ini, Sirince merupakan pilihan yang harus dikunjungi saat ke Turki. Tempat ini menawarkan rumah-rumah penduduk lokal yang bertransformasi menjadi restoran, kafe, dan toko souvenir. Udara yang berhembus kencang disertai dengan pemandangan rumah-rumah perkampungan di atas bukit menjadikannya tempat yang sempurna untuk bersantai sejenak.

banner 728x90

Pemerintah Turki menggalakkan wisata ke Sirince karena secara historis desa ini merupakan desa Othodox tempat pelarian orang Yunani dari Ephesus. Mereka mencari tempat yang subur di atas perbukitan untuk bercocok tanam. Banyak buah-buahan yang ditanam di sini, terutama anggur. Akhirnya, Sirince terkenal sebagai desa pembuat wine terbaik dari buah-buah Cherry, apricot, strawberry, bahkan juga pisang.

Pelarian orang Yunai dari Ephesus ke desa ini karena tidak ingin diganggu orang asing. Bahkan mereka memberi nama desa mereka dengan nama ‘Cirkince’ yang berarti jelek sekali. Sebuah kata yang berlawanan dengan alamnya yang begitu indah. Sepanjang jalan menuju tempat ini sangat hijau dengan bentangan perkebunan. Bunga-bunga liar juga sudah tumbuh seakan-akan berada di musim semi. Karena kecantikannya, akhirnya nama desa ini berubah menjadi Sirince (Yunai: Shi-ren-jay) yang berarti nyaman atau cantik. Bahkan desa ini dijuluki dengan nama Pretty Old Orthodox Village atau juga ‘Sepotong surga yang jatuh ke bumi.

Sepanjang pengamatan saya, desa Sirince ini terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama lebih muka memiliki rumah-rumah kuno dengan jalan bebatuan. Keberadaan rumah ini tetap dijaga sesuai aslinya. Hanya peruntukan saja yang berubah, seperti untuk cafe, toko souvenir, dan penginapan. Agak jauh di seberang lembah (bila kita memadang dari restoran Say Artemis) terdapat rumah-rumah khas Yunani yang bersusun dengan fasad yang hampir sama dan bercat putih dengan jendela yang tampak memiliki garis yang sama dengan rumah yangl lain. Dari segi ukuran, nampak rumahnya cukup besar dengan halaman yang luas. Barangkali ini perumahan orang kaya zaman dahulu. Rumah-rumah ini tetap bertahan melalui waktu dari masa Yunani hingga Turki Usmani dan tetap dijaga keasliannya sebagai daya tarik wisata.

Ketika Turki merdeka pada tahun 1923, penduduk desa Sirince mengalami kegalauan karena mereka pada hakekatnya adalah orang-orang Yunani. Maka, pada tahun 1924, penduduk Sirince yang kebanyakan berasal dari Yunani harus turut dalam kesepakatan bahwa orang Turki keturunan Yunani diimigrasikan ke Yunani, dan orang Yunani keturunan Turki dikembalikan ke Turki. Peristiwa perpisahan kedua bangsa ini bisa dibaca dalam novel Farewell Anatolia karya Dido Soutiriou.

Dari teras kafe Say Artemis, saya menyesap secangkir teh hangat untuk mengusir dingin pada tubuh. Semoga secangkir teh ini dapat memberikan aura positif untuk menghadapi perjalanan tiga jam selanjutnya menuju Pamukkale.

(Muhammad Walidin Iskandar)

  • Bagikan